Kamis, 16 Januari 2014
Selasa, 07 Januari 2014
Senin, 06 Januari 2014
TUGAS 3 STATISTIK DAN KOMPUTER
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING SUATU TAWARAN
PEMBELAJARAN MASA KINI
DAN MASA YANG AKAN DATANG
PAPER
Diajukan
kepada Prof. Budi Murtiyasa untuk memenuhi Tugas 3 pada mata kuliah Statistik
Disusun Oleh:
TRI WAHYUNINGTYAS
Q 100130063
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia yang terletak diantara 6º LU
sampai 11º LS dan 95º BT sampai 141º BT adalah negara kepulauan terbesar di
dunia yang terletak diantara dua benua, Asia dan Australia dengan jumlah
kepulauan 17.000 lebih yang membentang sepanjang kurang lebih 3.200 mil dari Timur ke Barat
serta 1.100 mil dari Utara ke Selatan. Kondisi geografi ini sedikit banyaknya
menjadi kendala dalam penyebarluasan layanan pendidikan dan pelatihan yang
menggunakan metode konvensional (tatap muka) kepada seluruh warga negara.
Wahana utama dalam pengembangan sumber daya manusia
adalah pendidikan dan pelatihan. Namun bila memperhatikan keadaan geografi,
sosial-ekonomi dan beragamnya kebudayaan Indonesia, maka jelaslah bahwa sudah
tidak memadai lagi (tidak praktis) apabila hanya mengandalkan cara-cara
pemecahan tradisional semata. Karena itu, berbagai strategi alternatif yang
berkaitan dengan permasalahan perlu dijajagi, dikaji dan diterapkan.
Dalam era global
seperti sekarang ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, harus berhubungan
dengan teknologi khususnya teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena
teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena
itu, kita sebaiknya tidak ‘gagap’ teknologi. Banyak hasil penelitian
menunjukkan bahwa siapa yang terlambat menguasai informasi, maka terlambat
pulalah memperoleh kesempatan-kesempatan untuk maju.
Informasi sudah
merupakan ‘komoditi’ sebagai layaknya barang ekonomi yang lain. Peran informasi
menjadi kian besar dan nyata dalam dunia modern seperti sekarang ini. Hal ini
bisa dimengerti karena masyarakat sekarang menuju pada era masyarakat informasi
(information age) atau masyarakat
ilmu pengetahuan (knowledge society).
Oleh karena itu tidak mengherankan kalau ada perguruan tinggi yang menawarkan
jurusan informasi atau teknologi informasi, maka perguruan tinggi tersebut
berkembang menjadi pesat.
Kecepatan yang
diiringi dengan tuntutan kebutuhan dapat memberikan sumbangan potensial pada
sektor pendidikan dan pelatihan. Potensi positif yang dimiliki teknologi tidak
saja meningkatkan efesiensi dan efektifitas serta keluwesan proses
pembelajaran, tetapi juga berdampak pada pengembangan materi, pergeseran peran
guru/pelatih dan semakin berkembangnya otonomi peserta didik.
Salah satu model
pembelajaran yang ditawarkan adalah model inovasi e-learning. E-Learning atau
electronic learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk
mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang
sedang berkembang. Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan
e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang
menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya.
E-Learning
memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di Indonesia.
Untuk menyederhanakan istilah, maka electronic
learning disingkat menjadi e-learning.
Kata ini terdiri dari dua bagian, yaitu ‘e’
yang merupakan singkatan dari ‘electronica’
dan ‘learning’ yang berarti
‘pembelajaran’. E-Learning berarti
pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Jadi dalam
pelaksanaannya e-learning menggunakan
jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya.
Namun perlu
disadari bahwa pemanfaatan e-Learning
dalam pembelajaran ini membutuhkan jaringan listrik. Pada sisi lain keadaan
wilayah Indonesia yang sangat luas dan penduduk yang banyak, belum semuanya
dapat menikmati aliran listrik. Dengan demikian penggunaan pembelajaran
berbasis e-Learning ini hanya dapat
dinikmati oleh penduduk yang di wilayahnya sudah tersedia jaringan listrik.
Dalam berbagai literatur, e-learning didefinisikan sebagai
berikut:
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Dengan demikian, e-learning adalah
pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon,
audio, videotape, transmisi satelite atau komputer. Namun perlu diingat bahwa
pemanfaatan satelit dan komputer menyajikan peluang yang hanya akan mungkin
dapat diwujudkan apabila investasi penting telah dilaksanakan untuk melatih
tenaga di semua tingkat, membiayai pengembangan materi dalam berbagai media,
dan memberikan kepastian akan kemudahan akses bagi masyarakat yang menjadi
sasaran.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana
pendidikan di masa depan dalam pembelajaran berbasis e-learning?
2. Bagaimana
konsep pembelajaran berbasis e-learning?
3. Bagaimana
pemanfaatan e-learning dalam pembelajaran?
4. Bagaimana
model pembelajaran e-learning?
5. Bagaimana
kelebihan dan kekurangan pembelajaran e-learning?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan penulisan makalah adalah untuk
mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis e-Learning
yang meliputi: (1) pendidikan di masa depan, (2) konsep e-Learning, (3)
pemanfaatan e-Learning dalam pembelajaran, (4) model pembelajaran e-Learning,
dan (5) kelebihan dan kekurangan e-Learning.
D. Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai:
a). Pedoman dan menjadi wawasan tentang pembelajaran
e-learning di masa kini dan masa mendatang.
b). Acuan dalam penelitian yang lebih lanjut.
2.
Manfaat Praktis
Pada tataran praktis, penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai berikut:
a)
Guru dapat
mengembangkan hubungan kerja secara internal dan eksternal secara efektif dan
efisien sesuai dengan pembelajaran e-learning sehingga diperoleh kerja sama
dengan berbagai pihak dalam mengembangkan pendidikan.
b)
Siswa dapat
mengikuti kegiatan pembelajaran berbasis e-learning secara aktif, belajar dan
berlatih baik disekolah maupun dirumah.
c)
Sekolah dapat
menyediakan, menggunakan dan melakukan perawatan terhadap fasilitas sekolah
sehingga kegiatan pembelajaran berbasis e-learning menjadi aktif, efektif, dan
menarik.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pendidikan
Masa Depan
Observasi para ahli sebagaimana telah
dikemukakan di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan di masa depan cenderung
menjadi multidisipliner, jaringan yang terpadu, terkait pada produktivitas
tepat waktu, pluralistik, lebih dialogis/sinkronis,lebih terbuka dan mudah
diakses serta lebih bersaing secara alami.
Pada tahun 1989, Bishop G. telah
meramalkan bahwa pendidikan di masa depan cenderung menjadi luwes, terbuka,
beraneka ragam, terjangkau oleh siapapun yang ingin belajar tanpa mengenal
usia, jenis kelamin, pengalaman belajar sebelumnya, dan sebagainya.
Dengan kemajuan teknologi komunikasi
yang baru, model penyampaian melalui banyak jalur berbasis multimedia terus
berkembang sebagai suatu alat yang sangat handal. Kemampuan untuk menggabungkan
teks, diagram, dan gambar dengan video dan suara sangat menunjang kemampuan
mentransmisikan informasi yang bermakna dan pembangunan teknologi yang bersifat
maya (virtual), dapat meningkatkan
efektivitas pendekatan tersebut, bahkan lebih dari itu. Banyak siswa, bahkan
sekalipun mereka belum mengerti betul komputer berharap memperoleh kemudahan
dengan materi tersebut.
Internet memiliki
potensi luar biasa sepanjang infrastruktur sistem telepon yang ada dapat
diandalkan disertai peralatan yang telah tersedia, yang telah mendorong orang
untuk menyadarinya dan telah dilatih untuk penggunaannya. Bila hal ini dilihat
sebagai suatu jawaban yang menyeluruh terhadap masalah-masalah pendidikan
massa, maka kenyataan yang ada seperti ini sering diabaikan. Namun akan menjadi
sangat bermakna jika dipandang sebagai sistem yang diterpkan secara bertahap
dan kumulatif, di mana infrastruktur yang telah tersedia digunakan untuk
kebutuhan-kebutuhan yang jelas dan khusus.
Paradigma masa depan di dalam
kecendrungan yang menyeluruh (Roll, R. 1997) adalah sebuah dorongan pasar
multimedia. Dampak kuat dari lahirnya globalisasi akan menghasilkan perubahan
dalam pendidikan dan pelatihan. Untuk
itulah diperlukan ilmu pendidikan dan metode-metode pembelajaran yang baru.
Struktur ketrampilan kejuruan dan pengetahuan mengalami perubahan guna
mendukung kegiatan belajar seumur hidup dan belajar berkelanjutan yang
berfungsi untuk mempersiapkan para pekerja memenuhi tuntutan atau kepentingan
industri.
Yang perlu digaris
bawahi dari pernyataan Roll adalah “Teknologi tinggi hendaknya untuk menjangkau
yang tidak terjangkau, dan ketepatan teknologi tinggi adalah apabila
infrastrukturnya digunakan secara bijak. Dengan keadaan yang demikianlah, belajar
jarak jauh dan pendidikan terbuka/jarak jauh
akan menjadi pelopor memasuki dekade baru”.
B. Konsep e-Learning
Sebelum e-learning lahir, yang
populer lebih dulu ialah Computer Assisted Instruction (CAI) dan Computer
Assisted Learning (CAL). Media yang digunakan berupa disket, PC (komputer
pribadi) atau komputer mainframe yang diakses melalui work station
lokal. Awalnya, konsep CAI
dan CAL diarahkan untuk menggantikan peran guru. Namun, hal itu tidak mungkin
dilakukan karena keterbatasan komputer diantaranya komputer tidak mampu
memberikan interaksi sosial yang maksimal, sehingga kedua konsep itu
dikombinasikan dengan guru.
Setelah komputer
terhubung ke jaringan (dan kini bahkan jaringan antar jaringan alias internet),
istilahnya bergeser menjadi e-learning. Di situlah terjadi perubahan
paradigma dari teaching menjadi learning. Dengan demikian,
pemanfaatan e-Learning dipusatkan
pada kegiatan belajar, bukan mengajar.
E-learning bukan sekadar bermain dan berselancar di dunia maya,
klik sana-sini untuk pindah dari satu situs ke situs lain, men-download,
berlatih, mencerna, menjawab pertanyaan, menemukan, dan menyebabkan dirinya
berubah, menjadi lebih cerdas, menjadi dapat belajar lebih banyak lagi.
Banyak para ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya.
Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan
e-learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi elektronik
(radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya Kumar C. Koran (2002),
mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan
isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan
e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media
internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning
sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer
yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa
e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan
serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan
Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang
digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik
internet.
Secara lebih rinci Rosenberg (2001)
mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-Learning, yaitu:
a. e-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu
memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan,
dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam
e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
b. e-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui
komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell
Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa
menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
c. e-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang
paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradigma tradisional dalam
pelatihan.
Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai
dasar dari e-Learning adalah
pemanfaatan teknologi internet. e-learning
merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital
melalui teknologi internet. Oleh karena itu e-Learning
dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan
konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model
pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan
filosofis e-Learning sebagai berikut:
a.
e-Learning
merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara
on-line.
b.
e-Learning
menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara
konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM,
dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan
globalisasi.
c.
e-Learning
tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi
memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan
teknologi pendidikan.
Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung
pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten
dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa
yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Pada dasarnya cara penyampaian atau cara
pemberian (delivery system) dari e-Learning,
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. One
way communication (komunikasi satu arah); dan
2. Two
way communication (komunikasi dua arah).
Komunikasi atau interaksi antara guru dan
murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam e-learning, sistem dua
arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung
(synchronous). Artinya pada saat instruktur memberikan pelajaran, murid dapat
langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung
(a-synchronous). Misalnya pesan dari instruktur direkam dahulu sebelum
digunakan.
C. Pemanfaatan e-Learning dalam
Pembelajaran
Dunia pendidikan terimbas pula oleh pesatnya
perkembangan jagat maya. Sekolah lewat internet menjadi sesuatu hal yang
memungkinkan. e-learning, sebuah
alternatif media pendidikan yang tidak mengenal ruang dan waktu. Model sekolah lewat internet seharusnya ideal buat negeri
kita.
Pemanfaatan e-learning tidak terlepas dari
jasa internet. Karena teknik pembelajaran yang tersedia di internet begitu
lengkap, maka hal ini akan berpengaruhi terhadap tugas guru dalam proses pembelajaran.
Dahulu, proses belajar mengajar didominasi oleh peran guru disebut the era of teacher, sementara siswa
hanya mendengar penjelasan guru. Kemudian, proses belajar dan mengajar
didominasi oleh peran guru dan buku (the
era of teacher and book) dan pada saat ini
proses belajar dan mengajar didominasi oleh peran guru, buku dan
teknologi (the era of teacher, book and
technology).
Teknologi internet pada hakekatnya
merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media
seperti radio, televisi, video, multi media, dan media lainnya telah digunakan
dan dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi media internet yang
memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media massa dan interpersonal, dan
sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media
pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu Khoe Yao Tung
(2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet
akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili
sumber belajar yang penting di dunia.
Dengan fasilitas yang dimilikinya,
internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak, ada tiga hal dampak positif penggunaan
internet dalam pendidikan yaitu:
a. Peserta
didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa
batas institusi atau batas negara.
b. Peserta
didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya.
c. Kuliah/belajar
dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada
universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu, saat ini hadir
pula perpustakan internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh
jagat raya.
Pendapat ini hampir senada dengan Budi
Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah dapat
menjadi akses kepada sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai
media kerjasama. Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan online,
sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah.
Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara
fisik. Sedangkan sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk
melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.
Penelitian di Amerika Serikat tentang
pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk keperluan pendidikan
diketahui memberikan dampak positif (Pavlik, 1963). Studi lainya dilakukan oleh
Center for Applied Special Technology (CAST), “bahwa pemanfaatan internet sebagai
media pendidikan menunjukan positif terhadap hasil belajar peserta didik”.
Walaupun masih banyak kendalanya, terlebih
di Indonesia, kesenjangan mutu pendidikan antar-daerah seperti itu setidaknya
bisa dijembatani dengan model sekolah lewat internet, e-learning.
Syaratnya, mengubah paradigma teaching menjadi learning.
Pembelajaran (learning) berbeda dengan pengajaran (teaching).
Banyak definisi, redefinisi, atau kutipan mengenai learning. Intinya, belajar
itu menyangkut perubahan terhadap diri-sendiri, mengubah perilaku, melakukan discovery
(menguak apa yang semula tertutup). Pendeknya, belajar mengubah seseorang
menjadi cerdas, bukan sekadar pintar. "Pintar" dan "cerdas"
berbeda: smart people know from repetition of others. Intelligent people can
figure it out by themselves.
Sedangkan dalam pengajaran guru atau
instruktur memberikan waktu, energi, dan usaha untuk menyiapkan murid atau anak
didik sesuai dengan tujuan instruksional. Guru memberi, murid menerima. Namun,
orang yang diajar oleh guru atau melalui komputer belum tentu belajar, karena
hasil belajar mensyaratkan adanya perubahan terhadap diri-sendiri.
D. Model Pembelajaran Berbasis e-Learning
Pengembangan
pembelajaran berbasis e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan
yang diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk
pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam
pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course”. Web course adalah penggunaan internet untuk
keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah
dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya
sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini
menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah
penggunaan internet yang memadukan antara belajar tanpa tatap muka (jarak jauh)
dan tatap muka (konvensional). Sebagian
materi disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka.
Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk
pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya.
Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan.
Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang
temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
Hasil penelitian yang menguji penggunaan teknologi pembelajaran
bagi siswa (dengan mengakses website yang merujuk pada tampilan powerpoint
untuk catatan dan persiapan ujian) dan metode belajar yang relatif lebih
tradisional (membaca buku teks dan mencatat di kelas dari buku), serta pengaruh
strategi belajar terhadap nilai ujian mereka dan kehadiran di kelas, menunjukkan
siswa yang digolongkan tinggi pada penggunaan teknologi dan metode belajar tradisional menunjukkan
prestasi dan kehadiran yang lebih tinggi daripada siswa yang digolongkan rendah
dalam penggunaan kedua metode belajar yang menggunakan teknologi dan metode
belajar tradisional. (Kathleen Debevec, 2006).
Model web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk
menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi
internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik
dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik
dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut
untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa
mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran,
menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan
komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan
materi pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik.
Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar
melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat
menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002)
mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu
“sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta
didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada
panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu
sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar
itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya.
Komunikasi atau
interaksi antara guru dan murid memang sebaiknya melalui sistem dua arah. Dalam
e-learning, sistem dua arah ini juga bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Dilaksanakan melalui cara langsung (synchronous). Artinya pada saat
instruktur memberikan pelajaran, murid dapat langsung mendengarkan; dan
2. Dilaksanakan melalaui cara tidak langsung
(a-synchronous). Misalnya pesan dari
instruktur direkam dahulu sebelum digunakan.
Syarat personal
berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru
yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi
yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu
segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah
berlama-lama di depan layar komputernya.
Kemudian layanan ini
ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan
peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan
secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta
didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem
digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi
unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional.
Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada
apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang
komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving,
tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak
lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-learning perlu melibatkan pihak terkait,
antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman, dan
sebagainya.
E. Kelebihan Dan Kekurangan e-Learning
Dari berbagai pengalaman dan juga dari
berbagai informasi yang tersedia di literatur, memberikan petunjuk tentang
manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh
(Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain
dapat disebutkan sbb:
a. Tersedianya fasilitas e-moderating di mana
guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet
secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan
tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
b. Guru dan siswa dapat menggunakan bahan
ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet,
sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari;
c. Siswa dapat belajar atau me-review bahan
ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar
tersimpan di komputer.
d.
Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan
dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara
lebih mudah.
e.
Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui
internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f.
Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi
aktif;
g.
Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang
tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang
sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Walaupun
demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak
terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997),
antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Kurangnya
interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya
interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan
mengajar;
b. Kecenderungan
mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial;
c.
Proses
belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d.
Berubahnya
peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini
juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e.
Siswa
yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;
f.
Tidak
semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan
masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
g.
Kurangnya
tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
h. Kurangnya
penguasaan bahasa komputer.
Profil peserta e-Learning adalah
seseorang yang (1) mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan memiliki
komitmen untuk belajar secara sungguh-sungguh karena tanggung jawab belajar
sepenuhnya berada pada diri peserta belajar itu sendiri (Loftus, 2001), (2)
senang belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca demi pengembangan
diri secara terus-menerus, dan yang menyenangi kebebasan, (3) mengalami
kegagalan dalam mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan membutuhkan
penggantinya, atau yang membutuhkan materi pelajaran tertentu yang tidak
disajikan oleh sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mempercepat
kelulusannya sehingga mengambil beberapa mata pelajaran lainnya melalui
e-Learning, serta yang terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena berbagai
pertimbangan (Tucker, 2000).
Pengkritik
e-Learning mengatakan bahwa “di
samping daerah jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan
ketersediaan infrastruktur), frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa
maupun antara siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang
siswa yang terbatas untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik
ini, lingkungan pembelajaran elektronik dapat membantu membangun/mengembangkan
“rasa bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka terpisah jauh
satu sama lain.
Guru
atau instruktur dapat menugaskan peserta didik untuk bekerja dalam beberapa
kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan. Peserta
didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama melalui fasilitas
homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi
secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan e-mail
(Website kudos, 2002).
Concord
Consortium (2002) (http://www.govhs.org/) mengemukakan bahwa pengalaman belajar
melalui media elektronik semakin diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan
bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik,
yang berada dalam suatu lingkungan bersama. Dengan mengembangkan suatu
komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi merasakan
terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling
bahu-membahu untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih
jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar
mengungkapkan bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para
peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang
membina mereka belajar melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru
e-Learning ini juga aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua
peserta didik melalui telepon dan email karena para orangtua ini merupakan
mitra kerja dalam kegiatan e-Learning. Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta
e-Learning.
F.
Faktor yang Dipertimbangkan dalam
Pemanfaatan e-Learning
Para ahli pendidikan dan internet menyarankan beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan pembelajaran
(Bullen, 2001; Hartanto dan Purbo, 2002; Soekartawi et.al, 1999; Yusup Hashim
dan Razmah, 2001) antara lain:
1.
Analisis Kebutuhan (Need Analysis)
Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah
memang memerlukan e-learning. Untuk menjawab pertanyaan ini tidak
dapat dijawab dengan perkiraan atau dijawab berdasarkan atas saran orang lain.
Sebab setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang berbeda
satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan atau need analysis.
Kalau analisis ini telah dilaksanakan dan jawabannya adalah membutuhkan atau
memerlukan e-learning, maka tahap berikutnya adalah membuat studi
kelayakan (Soekartawi, 1995), yang komponen penilaiannya adalah :
a.
Apakah secara teknis
dapat dilaksanakan (technically feasible). Misalnya apakah jaringan
Internet bisa dipasang, apakah infrastruktur pendukungnya, seperti telepon,
listrik, komputer, tersedia, apakah ada tenaga teknis yang bisa
mengoperasikannya tersedia
b.
Apakah secara ekonomis
menguntungkan (economically profitable); misalnya apakah dengan
e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan atau apakah retrun on
investment (ROI)-nya lebih besar dari satu
c.
Apakah secara sosial
penggunaan e-learning tersebut diterima oleh masyarakat (socially
acceptable).
2. Rancangan Instruksional
Dalam menentukan rancangan instruksional ini perlu dipertimbangkan
aspek-aspek (Soekartawi, et al, 1999; Yusup Hashim and Razmah, 2001):
a.
Course content and learning unit analysis,
seperti isi pelajaran, cakupan, topik yang relevan dan satuan kredit semester.
b.
Learner analysis, seperti latar
belakang pendidikan siswa, usia, seks, status pekerjaan, dsb-nya.
c.
Learning context analysis,
seperti kompetisi pembelajaran apa yang diinginkan hendaknya dibahas secara
mendalam di bagian ini.
d.
Instructional analysis,
seperti bahan ajar apa yang dikelompokan menurut kepentingannya, menyusun
tugas-tugas dari yang mudah hingga yang sulit, dsb-nya
e.
State instructional objectives.
Tujuan instruksional ini dapat disusun berdasarkan hasil dari analisis
instruksional.
f.
Construct criterion test items.
Penyusunan test ini dapat didasarkan dari tujuan instruksional yang telah
ditetapkan.
g.
Select instructional strategy.
Strategi instruksional dapat ditetapkan berdasarkan fasilitas yang ada.
3.
Tahap Pengembangan
Berbagai upaya dalam rangka pengembangan e-learning bisa dilakukan
mengikuti perkembangan fasilitas ICT yang tersedia. Hal ini terjadi karena
kadang-kadang fasilitas ICT tidak dilengkapi dalam waktu yang bersamaan. Begitu
pula halnya dengan prototype bahan ajar dan rancangan instruksional yang akan
dipergunakan terus dikembangkan dan dievaluasi secara kontinue.
4.
Pelaksanaan
Prototype yang lengkap bisa dipindahkan ke komputer (LAN) dengan
menggunakan format tertentu misalnya format HTML. Uji terhadap prototype
hendaknya terus menerus dilakukan. Dalam tahapan ini seringkali ditemukan
berbagai hambatan, misalnya bagaimana menggunakan management course tool secara
baik, apakah bahan ajarnya benar-benar memenuhi standar bahan ajar mandiri
(Jatmiko, 1997).
5.
Evaluasi
Sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil beberapa
sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi. Proses dari kelima
tahapan diatas diperlukan waktu yang relatif lama, karena prototype perlu
dievaluasi secara terus menerus. Masukan dari orang lain atau dari siswa perlu
diperhatikan secara serius. Proses dari tahapan satu sampai lima dapat
dilakukan berulang kali, karena prosesnya terjadi terus menerus.Akhirnya harus
pula diperhatikan masalah-masalah yang sering dihadapi sebagai berikut:
·
Masalah akses untuk
bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik,
telepon dan infrastruktur yang lain.
·
Masalah ketersediaan software
(piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal.
·
Masalah dampaknya
terhadap kurikulum yang ada.
·
Masalah skill and
knowledge.
·
Attitude terhadap ICT
Oleh karena itu perlu diciptakan bagaimana semuanya mempunyai sikap yang
positif terhadap ICT, bagaimana semuanya bisa mengerti potensi ICT dan
dampaknya ke anak didik dan ke masyarakat. Sehingga penggunaan teknologi baru
bisa mempercepat pembangunan.
G.
E-Learning Sebagai Online Course
Salah satu rekomendasi Deklarasi Dakar tentang 10 tahun evaluasi
pelaksanaan Education for All adalah bagaimana memanfaatkan ICT untuk
pendidikan jarak jauh agar mereka yang menginginkan pendidikan bisa lebih
banyak yang dijangkau. Pembelajaran atau pendidikan jarak jauh yang menggunakan
teknologi informasi untuk keperluan ini disebut online course atau ada pula
yang menyebut virtual campus. Cara ini lebih banyak mengandalkan alat bantu
teknologi informasi apakah teknologi cetak, audio, video atau komputer.
Salah satu ciri dari pembelajaran jarak jauh adalah terpisahnya secara
fisik antara guru dan siswa sehingga diperlukan alat bantu ajar melalui
teknologi informasi tersebut. Untuk teknologi pendidikan yang berbasis web atau
web base learning bisa menggunakan alat bantu ajar yang disebut dengan course
tool. Software ini bisa dibeli di berbagai tempat dengan relatif mudah, antara
lain WebCT, Blackboard, Intralearn, learning space, dsbnya.
Tabel 1.
Perbandingan fitur Software aplikasi elearning (WebCT, LSC dan Moodle).
No
|
Fitur
|
WebCT
|
LSC
|
Moodle
|
1
|
e-mail
|
+
|
+
|
+
|
2
|
Chat
|
+
|
+
|
+
|
3
|
Newsgroup
|
+
|
+
|
+
|
4
|
Whiteboard
|
+
|
+
|
+
|
5
|
File
excahnge
|
+
|
+
|
+
|
6
|
Application
sharing
|
+
|
+
|
+
|
7
|
Audio-conferencing
|
-
|
+
|
-
|
8
|
Video-conferencing
|
-
|
+
|
-
|
9
|
Self
assessing
|
+
|
+
|
+
|
10
|
Progress tracking
|
+
|
+
|
+
|
11
|
Searching
|
+
|
+
|
+
|
12
|
Motivation
building
|
+
|
+
|
+
|
13
|
Studying
skill bulding
|
+
|
+
|
+
|
14
|
Course
planning
|
+
|
+
|
+
|
15
|
Course
Managing
|
+
|
+
|
+
|
16
|
Course
customizing
|
+
|
+
|
+
|
17
|
Course
Monitoring
|
+
|
+
|
+
|
18
|
Instructional
Design
|
+
|
+
|
+
|
19
|
Testing
|
+
|
+
|
+
|
Dari informasi yang disajikan di Tabel 1, terlihat betapa lengkapnya
fasilitas yang diberikan oleh masing-masing software. Oleh karena itu sebelum
memilih atau membeli software, maka sebaiknya dipelajari dahulu karakteristik
software tersebut.
SEAMEO Regional
Open Learning Center (SEAMOLEC) adalah suatu lembaga penelitian, pendidikan,
training dan konsultasi di bidang IT atau pembelajaran jarak jauh. SEAMOLEC,
dalam kaitannya dengan training online course on ODL biasa menggunakan software
WebCT karena kelebihan yang dimilikinya. Bukan saja feature-nya lengkap seperti
yang disajikan di Tabel 4, tetapi juga software ini user friendly, banyak
peminatnya sehingga kalau ada kesulitan bisa diselesaikan dengan bantuan orang
lain secara mudah.
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kata-kata kunci bagi pendidikan masa depan: luwes,
terbuka, bervariasi, akses, realitas maya, internet, multimedia, banyak jalur,
kesamaan kesempatan, seumur hidup, saling berbagi, interaktivitas, jaringan,
jarak jauh, on-line, dua arah atau dialogis, tepat waktu, terpadu, kolaboratif,
antar disiplin, sesuai, multi disiplin, dan kompetitif. Keseluruhan ini
mengandung makna bahwa berbagai tantangan di masa depan adalah berupa bagaimana
teknologi baru dapat digunakan secara bijak dan tepat untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan global.
Satu hal yang
perlu ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya
menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional di kelas. Tetapi, e-Learning dapat
menjadi partner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konvensional di
kelas. e-Learning, Belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran elektronik, namun jenis
kegiatan pembelajaran ini masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai
upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, I.
1996. Human Resource Development and the
Evolution of Human “Geist”, IDLN Symposium ke-2 tentang Teknologi dan
Pengembangan SDM Abab XXII, Hotel Wisata 17-18 Desember: IDLN Pustekkom.
Anwas,
Oos M. 2000.
Internet: Peluang dan Tantangan Pendidikan Nasional. Jakarta: Jurnal Teknodik
Depdiknas.
Beam, P. 1997. Breaking
the Sprinter’s Wrist: Achieving Cost-Effectiveness in Online Learning. Paper presented at the
International Symposium on Distance Education and Open Learning, organized by
MONE Indonesia, IDLN, SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO Tuban, Bali, Indonesia.
Berge,
Z.L. 1998. Berriers
to Online Teaching in Post Secondary Institutions: Can Policy Changes Fix It?Online
Journal of Distance Learning Administration. 1(2).(2/24/99).
________,
2003. Faktor yang
Mempengaruhi Sikap terhadap Internet; Studi Survei Kesiapan Dosen dalam
Mengadopsi Inovasi e-learning. Jakarta: Program Pascasarjana
FISIP Universitas Indonesia.
________,
2003. Model Inovasi
e-Learning dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Teknodik Edisi 12.
Bullen, M. 2001. e-Learning
and the Internationalization Education. Malaysian Journal of Educational Technology 1(1),
37-46.
Cisco. 2001. E-Learning:
Combines Communication, Education, Information, and Training. http://www.cisco.com/warp/public/10/wwtraining/elearning.
Cuban, L. 1996.
Techno-reformers and classroom teachers, Educational Week on the Web.
http://www.edweek.org/ew/vol-16/o6cuban (Nopember 2000).
Elangovan, T. 1997. Internet
Based On-line Teaching Application with Learning Space. Paper presented at the International Symposium on
Distance Education and Open Learning organized by MONE Indonesia, IDLN,
SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO, Tuban, Bali, Indonesia, 17-20 November 1997.
Hartanto, A.A. dan Purbo, O.W. 2002. Teknologi
e-Learning Berbasis PHP dan MySQL, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Hasyim, Y. dan Razmah, Bt. Man. 2001. An
overview of instructional design and development models for electronic
instruction and learning, Malaysian Journal of Educational Technology. 1(1), 1-7.
Jatmiko, R. 1997. Enhancing Learning
Experiences through the Use of Internet. Paper presented at the International
Symposium on Distance Education and Open Learning organized by MONE Indonesia,
IDLN, SEAMOLEC, ICDE, UNDP and UNESCO, Tuban, Bali, Indonesia, 17-20 November
1997.
Kamarga, Hanny. 2002.
Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber Informasi
Kesejarahan. Jakarta: Inti Media.
Koran, Jaya Kumar C.
2002.
Aplikasi E-Learning dalam Pengajaran dan pembelajaran di Sekolah Malasyia. (8
November 2002).
www.moe.edu.my/smartshool/neweb/Seminar/kkerja8.htm.
Lawanto, Oemardi. 2000. Pembelajaran
Berbasis Web sebagai Metoda Komplemen Kegiatan pendidikan dan Pelatihan.
Makalah Video Conference; Bandung-Suarabaya: Depdiknas.
Mason Robin. 1994. Using
Communications Media in Open and Fleksible Learning. London: Kogan PageLtd.
Mukhopadhyay, M. 1995. “Shifting
Paradigms in Open ang distance Education (Paper Presented before the IDLN Fisrt
International Symposium in Yogyakarta). Jakarta IDLN-Pustekkom.
Purbo, Onno W. dan
Antonius AH. 2002. Teknologi e-Learning Berbasis PHP dan MySQL:
Merencanakan dan Mengimplementasikan Sistem e-Learning. Jakarta: Gramedia.
Purbo,
Onno W. 2001
Masyarakat Pengguna Internet di Indonesia. Available, http://www.geocities.com/inrecent/project.html.(4November2002).
Pavlik, John V. 1996.
New Media Technology. Cultur and Commercial Perspectives. Singapore: Allyn and
Bacon.
Rahardjo,
Budi. 2001. Pergolakan Informasi di Indonesia akan
Sia-sia?. Artikel Majalah Tempo. Jakarta: November 2001.
Romiszowski, Alexander J.
and Robin Mason. 1996. Computer Mediated Communication in Handbook of
Research for Educational Communications Technology. New York: AECT, Macmillan
Library Reference USA.
Roll Reider. 1997. SEAMOLEC_IDLN
Regional Symposium on Future Vision: Distance Education and Open Learnin. Bali Pustekkom.
Robinson, ET. 2001. Knowlarge as
Commodity: How do e-commerce an e-learning Relate. Available, http://www.elearningmag.co
Rosenberg, Marc J. 2001. E-Learning;
Strategies for Delivering Knowledge in the Digital. New York: McGraw Hill.
Tung, Khoe Yao. 2000. Pendidikan
dan Riset di Internet. Jakarta: Dinastindo.
Soekartawi.
2002b. E-Learning:
Konsep dan Aplikasinya. Bahan-Ceramah/Makalah disampaikan pada Seminar yang
diselenggarakan oleh Balitbang Depdiknas, Jakarta, 18 Desember 2002.
Soekartawi. 2002c.
The Role of Regional Organization for Mass Education. Invited paper presented
at the International Conference on Lifelong Learning organized by Asian
European Institute, Kuala Lumpur, 13-15 May 2002.
Soekartawi. 2003.
Prinsip Dasar e-Learning: Teori dan Aplikasinya di Indosnesia. Jurnal Teknodik Edisi 12.
Langganan:
Komentar (Atom)
